SIDOARJO'JATIMPOS.MY.ID-
Kasus pembebasan salah satu tersangka penggelapan mobil yang sempat ditahan lebih dari tiga minggu dan kemudian bebas tanpa penjelasan yang jelas kembali menjadi sorotan. Terlebih lagi, dalam proses penangkapan yang sempat dibuat dramatis, tampaknya ada kejanggalan yang memunculkan dugaan adanya praktik tidak profesional yang melibatkan beberapa oknum di Polres Sidoarjo.
Penangkapan yang Dikejutkan dengan Dramatisasi
Pada tanggal 6 Januari 2025, tim Jatanras Polres Sidoarjo menangkap seorang pelaku penggelapan mobil berinisial L di rumah istrinya di Kediri, sekitar pukul 02.00 pagi. Penangkapan ini disertai dengan pengembangan lebih lanjut hingga akhirnya berhasil menangkap dua penadah mobil yang juga terlibat dalam kasus tersebut, berinisial T dan S yang berasal dari Pasuruan.
Namun, meskipun proses penangkapan tersebut melibatkan sejumlah pihak dan dilakukan dengan cara yang cukup dramatis, publik dan media tidak mendapat informasi terkait perkembangan kasus ini. Padahal, penangkapan tersebut menjadi sorotan banyak pihak, namun pihak kepolisian terkesan menutup mata terhadap pertanyaan dan permintaan konfirmasi yang diajukan oleh media.
Ketertutupan dan Ketidakpedulian pada Media
Lebih dari seminggu setelah penangkapan, awak media mencoba mengkonfirmasi perkembangan kasus kepada Kasat Reskrim Polres Sidoarjo, AKP Fahmi Amarullah. Namun, tidak ada jawaban atau penjelasan yang diberikan, seolah-olah ada upaya untuk membungkam atau mengabaikan peran media dalam menyampaikan informasi ke publik. Media yang seharusnya mendapat hak untuk mengetahui perkembangan kasus ini, justru dihadapkan dengan sikap tutup mata dari pihak kepolisian setempat.
Kejutan Pembebasan Tanpa Penjelasan yang Memadai
Lebih dari tiga minggu setelah penahanan, terjadi kejanggalan yang membuat masyarakat terkejut. Tersangka yang sebelumnya ditahan kini bebas begitu saja tanpa ada penjelasan yang memadai. Pembebasan ini sangat bertentangan dengan proses hukum yang berlaku, mengingat pelaku tersebut terlibat dalam kasus penggelapan mobil yang melibatkan banyak pihak, dan seharusnya masih dalam tahap penyidikan.
Ketika media mencoba mencari tahu alasan di balik pembebasan tersebut, mereka menghadapi kesulitan untuk mendapatkan klarifikasi. Setelah melakukan berbagai upaya, media berhasil mendapatkan keterangan melalui Kasi Humas Polres Sidoarjo, IPTU Tri Novi. Melalui pertemuan dengan Kanit Pidum Polres Sidoarjo, IPTU Deti Meivani, akhirnya diketahui bahwa pembebasan pelaku tersebut dilakukan melalui jalur Restorative Justice (RJ).
Namun, pernyataan ini justru menimbulkan pertanyaan lebih lanjut. Mengapa seorang pelaku yang jelas terlibat dalam tindak pidana yang merugikan banyak orang bisa dibebaskan melalui RJ? Apakah ada faktor lain yang mempengaruhi keputusan tersebut?
Dugaan Praktik Pungli dan Keterlibatan Oknum
Lebih mencurigakan lagi, terdapat informasi yang berkembang di masyarakat bahwa ada dugaan praktik pungli dalam pembebasan pelaku. Menurut pengakuan ayah dari tersangka T, pihak kepolisian sempat menawarkan sejumlah uang untuk membebaskan anaknya. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa ada tawaran sebesar Rp150 juta dari keluarga tersangka kepada pihak Polres Sidoarjo agar anaknya dibebaskan. Bahkan, ayah tersangka berjanji akan memberikan Rp10 juta kepada pihak yang membantu membebaskan anaknya. Informasi ini semakin memperburuk citra Polres Sidoarjo yang terkesan memanfaatkan situasi tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Ayah dari tersangka T juga mengungkapkan bahwa meskipun mereka memiliki uang terbatas, mereka masih berusaha untuk mengumpulkan dana dengan bantuan pihak lain agar anaknya bisa bebas. Hal ini tentu menambah kecurigaan bahwa ada penyalahgunaan wewenang dalam proses hukum yang seharusnya berjalan dengan transparan dan adil.
Tindakan yang Diharapkan dari Pihak Mabes Polri dan Polda Jatim.
Kami Sebagai lembaga kontrol sosial, kami merasa perlu untuk mengungkapkan keprihatinan kami terkait hal ini. Kami mendesak agar pihak Mabes Polri dan Polda Jawa Timur segera menindaklanjuti dugaan adanya ketidakprofesionalan dan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh oknum-oknum di Polres Sidoarjo. Seharusnya, proses hukum terhadap pelaku yang terlibat dalam tindak pidana penggelapan ini tidak boleh dihentikan begitu saja, apalagi dibebaskan tanpa alasan yang jelas.
Pelaku, yang terlibat sebagai penadah dalam kasus penggelapan mobil, seharusnya ditindak tegas sesuai dengan pasal 480 dan 481 KUHP, yang mengatur tentang tindak pidana penadahan hasil kejahatan. Sebagai penadah, mereka seharusnya menjadi bagian dari proses pengembangan penyidikan, mengingat kejahatan ini merugikan banyak orang. Pembebasan yang terjadi justru menimbulkan pertanyaan apakah ada pihak yang dengan sengaja melindungi para pelaku demi keuntungan pribadi.
Kesimpulan
Kasus ini menyoroti adanya potensi ketidakberesan dalam penanganan kasus di Polres Sidoarjo. Pembebasan tersangka yang terlibat dalam penggelapan mobil dengan alasan yang tidak jelas, serta dugaan adanya praktik pungli, menimbulkan kecurigaan serius. Untuk itu, kami berharap agar pihak berwenang segera melakukan investigasi menyeluruh, mengingat hal ini sangat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Kami juga mengingatkan bahwa aparat kepolisian seharusnya berpegang teguh pada prinsip profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas. Setiap tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik dan aturan hukum harus segera diusut tuntas agar kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum tetap terjaga.