BOJONEGORO-JATIMPOS.Fenomena pungutan liar (pungli) dalam pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Bojonegoro, Jawa Timur, kembali mencuat. Kasus ini melibatkan seorang warga berinisial A yang mengungkapkan adanya praktek pungli dalam proses pembuatan SIM C, yang dihadapi dengan biaya tak wajar sebesar 900.000 rupiah. Pengungkapan ini semakin mengarah pada dugaan adanya pembiaran oleh pihak kepolisian setempat, termasuk Satuan Lalu Lintas (Satlantas) dan Kapolres Bojonegoro.
Dalam wawancara dengan media Jatimpos pada 5 Maret 2025, A menyampaikan keluhannya mengenai proses pengurusan SIM melalui jalur resmi yang dianggap terlalu sulit dan berbelit-belit. A mengatakan, dirinya akhirnya diarahkan untuk menggunakan jalur “tidak resmi” yang melibatkan seorang oknum polisi. Melalui jalur ini, A mengaku bisa memperoleh SIM C dalam waktu kurang dari satu hari dengan biaya yang jauh lebih tinggi daripada prosedur resmi, yakni 900.000 rupiah.
"Yah, nggak susah-susah, mas. Langsung jadi, nggak sampai satu hari jadi," ujar A dengan tegas. Ucapan ini menunjukkan adanya indikasi bahwa jalur pungli tersebut dapat mempercepat pengurusan SIM tanpa melalui prosedur yang benar, yang tentu saja merugikan warga yang tidak mengetahui jalur pintas tersebut.
Praktek pungli semacam ini, meski sudah berulang kali disoroti, tampaknya tetap berlangsung tanpa ada tindakan tegas dari pihak berwenang. Fenomena ini semakin miris karena bertepatan dengan kebijakan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang menegaskan pentingnya membersihkan tubuh Polri dari praktek-praktek ilegal, termasuk pungli. Bahkan, Jenderal Sigit sebelumnya telah menginstruksikan agar seluruh jajaran kepolisian mematuhi aturan dan menjauhi segala bentuk pungutan liar yang hanya merusak citra Polri.
Namun, kenyataannya di lapangan, kasus ini seakan membalikkan arah kebijakan Kapolri. Alih-alih menindak tegas oknum yang terlibat, tampaknya pihak yang berwenang di Bojonegoro, termasuk Kapolres setempat, justru diduga melakukan pembiaran terhadap praktek pungli ini. Kejadian ini jelas merusak citra kepolisian yang seharusnya memberikan pelayanan yang transparan, adil, dan bebas dari korupsi.
Bungling pengurusan SIM ini juga menunjukkan adanya ketidakseriusan dalam menjalankan reformasi birokrasi di jajaran Polri. Alih-alih memberikan pelayanan publik yang baik, kasus pungli ini malah menambah deretan panjang masalah yang ada dalam tubuh kepolisian, terutama di tingkat bawah, seperti yang terlihat dalam Satlantas Bojonegoro.
Bagi masyarakat, fenomena ini menimbulkan ketidakpercayaan terhadap institusi kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom. Rakyat merasa terjepit, harus membayar lebih untuk mendapatkan hak yang seharusnya mereka peroleh melalui prosedur yang sah dan transparan. Kasus ini harus segera mendapatkan perhatian serius dari pihak berwenang agar tidak menjadi preseden buruk dalam pelayanan publik yang menyangkut keselamatan dan ketertiban masyarakat.
Oleh karena itu, sudah saatnya pihak Polres Bojonegoro, khususnya Kapolres, untuk turun tangan langsung dalam menyelesaikan masalah pungli ini. Pihak kepolisian harus memberikan tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam praktek tersebut, serta memastikan bahwa setiap prosedur pengurusan SIM dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hanya dengan tindakan nyata, Polri dapat membersihkan diri dari praktek-praktek korupsi yang merusak kepercayaan masyarakat.
Sampai saat berita ini dinaikkan belum bisa dikonfirmasi melalui wa satlantas polres Bojonegoro bungkam tidak ada jawaban.
Redaksi