SIDOARJO'JATIMPOS-Kasus penggelapan mobil yang melibatkan tiga tersangka di Polres Sidoarjo telah mencuatkan pertanyaan serius tentang profesionalitas dan integritas oknum kepolisian yang terlibat.
Keputusan membebaskan tiga tersangka penggelapan mobil yang merupakan penadah dan penyelenggara kejahatan berdasarkan upaya Restorative Justice (RJ) oleh Satreskrim Polres Sidoarjo sangat disayangkan dan patut mendapat perhatian serius dari Kasi Propam Polres Sidoarjo,
IPTU Ahmad Gusairi, SH. Hal ini tidak hanya menyangkut prosedur hukum yang seharusnya ditegakkan, tetapi juga menyangkut kredibilitas institusi kepolisian.
Penggelapan mobil yang terjadi dalam kasus ini jelas merupakan kejahatan besar dan masif yang seharusnya mendapatkan penanganan yang adil dan tegas.
Keputusan untuk tidak melakukan RJ dalam kasus penggelapan dan penyelenggaraan pasal 480 dan 481 seharusnya menjadi langkah yang jelas demi menegakkan keadilan.
Bukan malah meloloskan tersangka dengan alasan Restorative Justice (RJ)Tindakan seperti ini bukan hanya merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian, tetapi juga memberikan sinyal yang salah tentang bagaimana hukum bisa dilanggar tanpa konsekuensi yang jelas.
Kami sebagai kontrol sosial masyarakat meminta kepada Kasi Propam Polres Sidoarjo, IPTU Ahmad Gusairi, SH, untuk segera melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh Satreskrim Polres Sidoarjo. Kurangnya profesionalisme dalam menangani kasus ini jelas tampak,terutama dengan adanya informasi yang menyebutkan bahwa pelepasan ketiga tersangka dilakukan dengan alasan Restorative Justice yang sangat tidak tepat untuk kasus yang melibatkan kejahatan besar ini.
Lebih mencurigakan lagi adalah informasi yang diterima oleh pihak media, di mana ayah korban yang bernama T menyatakan bahwa sebelum pelepasan tersangka dilakukan, sempat ada tawaran dari pihak Polres Sidoarjo sebesar Rp150 juta untuk menyelesaikan masalah ini, meskipun korban hanya memiliki dana sebesar Rp100 juta. Hal ini menambah keraguan tentang integritas penyelidikan dan transparansi dalam penanganan kasus ini. Dugaan adanya transaksi keuangan dalam proses pembebasan tersangka semakin memperkuat anggapan bahwa ada yang tidak beres dalam penanganan kasus ini.
Kasi Propam Polres Sidoarjo juga harus lebih tegas dalam menanggapi laporan dan aduan yang datang dari masyarakat. Ketika kami mencoba mengonfirmasi langsung kepada Kasi Propam polres Sidoarjo melalui telepon pada tanggal 17 Februari 2025, jawaban yang diberikan sangat mengecewakan. Alih-alih menerima keluhan masyarakat dengan serius, Kasi Propam malah meminta kami untuk membuat laporan resmi dan menunjukkan siapa yang dirugikan. Padahal, yang dirugikan dalam hal ini bukan hanya individu tertentu, tetapi masyarakat luas yang kehilangan kepercayaan terhadap penegakan hukum di Sidoarjo.
Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolri, telah menegaskan bahwa Propam harus bertindak tegas terhadap anggota yang melanggar kode etik dan tidak profesional dalam menangani kasus. Jangan sampai masalah seperti ini hanya diselesaikan setelah menjadi viral. Oleh karena itu, kami mendesak Kasi Propam Polres Sidoarjo untuk segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan, mulai dari penyelidikan terhadap tindakan Satreskrim yang tidak profesional hingga memberi sanksi yang tegas bagi yang melanggar aturan.
Jika tidak segera ditindaklanjuti, maka tidak hanya kredibilitas Polres Sidoarjo yang akan tercoreng, tetapi juga rasa keadilan masyarakat yang terus dipertaruhkan. Kita semua berharap agar institusi kepolisian dapat lebih mengedepankan profesionalisme dan integritas dalam setiap penanganan kasus hukum, demi mewujudkan keadilan yang sesungguhnya bagi masyarakat.
Red